Sunday, January 3, 2016

WISUDA ITU BENCANA

Ini musim pergantian tahun pelajaran baru, para pelajar mulai sibuk denngan ujian dan momen kelulusan, ada yang mulai menyiapkan kata-kata kelulusan, ada pula yang menyiapkan pesta pora dengan menyiapkan cat semprot atau sepeda motor dengan kenalpot yang tak karuan suaranya.

Pagi hari ketika Omen sedang duduk santai di lapangan sambil memperhatikan anak-anak yang sedang berangkat sekolah tiba-tiba Kentos datang menyapanya.

"Hai Men, sendirian saja?" Tanya Kentos
"Oh iya Tos" Jawab Omen
"Kenapa belum pulang? lagi memperhatikan apa?"
"Itu lihat anak-anak berangkat sekolah soalnya kok jadi ingat ketika aku masih sekolah dulu"
"Men, kamu itu termasuk anak yang cerdas kenapa kamu tak lanjutin buat kuliah"
"Minat itu ada dulu, yakni di kota Malang tapi ketika aku ijin orang tua ternyata orang tua tidak merestui, dan dari situlah aku menguatkan hatiku untuk tidak melanjutkan kuliah dimanapun kecuali di kota itu"
"Ceritanya ngambek nih?"
"Nggak juga, memang awalnya tujuan saya memang disitu"
"Tapi menurutmu anak sekolah itu gimana Men?"
"Jadi anak sekolah itu menyenangkan, sudah kerjaannya minta uang tiap hari, banyak teman bermain, bersekolah adalah cara tepat untuk menghindari jadi pengangguran, tapi kalau sudah wisuda atau lulus itu yang susah"
"Kenapa bisa susah Men, bukannya tambah seneng?"
"Senengnya orang wisuda itu paling lama cuma sehari itu saja"
"Kok bisa?"
"Sekarang begini, ketika kita wisuda kita bakalan senang karena berhasil lulus bersekolah tapi tantangan sebenarnya adalah setelah itu, jika setelah lulus kuliah kita akan jadi seorang pengangguran maka orang di sekeliling kita terutama keluarga agak menanyakan terus masalah pengangguran itu, kemudian jika kita bisa mendapatkan pekerjaan dan pekerjaan itu tidak sesuai dengan pendidikan yang telah kita raih, artinya martabat pekerjaan itu di bawah pendidikan yang kita raih maka lagi-lagi keluarga akan menanyakan soal pekerjaan kita, contohnya saya lulus kuliah jurusan sarjana teknologi kemudian mendapatkan pekerjaan sebagai kuli panggul di pasar, mungkin keluarga akan bilang, kamu itu disekolahkan tinggi-tinggi malah pekerjaannya kuli panggul, hentikan pekerjaanmu. Kemudian problem yang ketiga adalah lulus kuliah mendapat pekerjaan yang layak tapi gaji tak layak, ini juga menuai protes dari keluarga, contohnya saya lulusan S2 kemudia bekerja sebagai guru tidak tetap dan gaji saya perbulan 300 ribu rupiah, hal seperti ini pun bisa menuai protes keluarga, mungkin akan bilang seperti ini, di sekolahkan tinggi-tinggi tapi cari kerjaan gajinya cuma segitu, jadi serba repotlah kalau sudah lulus dari kuliah"
"Wah iya juga Men, terus bagaimana itu"
"Gak tau juga aku, tapi tau konfliknya kayak gitu, aku lebih memilih tak kuliah"
"Dasar kau Men kalau ribet sedikit gak mau"
"Itu ribetnya banyak, apalagi cari kerja di Indonesia ini susah, kuliah kalau bisa bekerja sesuai dengan jurusan, gaji tinggi enak, tapi kalau kerjaan saja tak punya bisa di bicarakan orang tiap hari. Lebih memilih tak kuliah tapi bisa berkarya"
"Emang bisa Men"
"Contohnya tuh Markasan, dia anak berpendidikan dasar saja pekerjaannya mapan, omsetnya perhari saja bisa 100 sampai 200 ribu"
"Wah kalau Markasan itu jangan dibicarakan lagi, dia itu anak yang beruntung"
"Kalau bandingin Markasan sama Mas Rudi itu gak ada apa-apnya, biarpun Mas Rudi lulusan S1 tapi dia masih pengangguran saja, ibaratnya Markasan dan Mas Rudi sama-sama melewati jurang tapi caranya berbeda, Mas Rudi lewat jembatan yang sudah ada sementara Markasan melompatinya dan Markasan berhasil melompati jurang tersebut. sekolah itu ibarat jembatan untuk menempuh antara kehidupan yang satu menuju kehidupan yang lebih baik"
"Aku kok gak faham Men"
"Waduh Tos otakmu daya tangkapnya lemah, pergi ke tempat Markasan sana"
"Ngapain?"
"Biar di solder otakmu, mungkin kabelnya ada yang putus"
"Hah, emangnya aku lampu, pakai di solder segala"
"Hahaha... ya udah ayo pulang Tos, sudah siang"
"Ayo..." [Enha, 4 Januari 2016]


0 comments:

Post a Comment

loading...